Ekonom Indonesia

kumpulan artikel ekonom-ekonom Indonesia

Kurs Dolar dan Perdagangan Dunia

Oleh:

Iwan Jaya Azis (1997)

Sekelompok ilmuwan yang mendalami masalah proyeksi ekonomi berkumpul di gedung pusat PBB New York awal minggu ini. Proyeksi ekonomi tiap wilayah di dunia disampaikan, dan secara umum ada kesepakatan (disamping banyak ketidak-sepakatan) bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan sedikit lebih baik dalam dua tahun mendatang. Meskipun angka pasti yang disepakati semua pihak belum tercapai, namun semua setuju bahwa ekonomi dunia akan tumbuh di atas 3 persen baik tahun ini maupun tahun depan.

Perdebatan tentang kecenderungan perdagangan dunia tergolong paling menarik dalam pertemuan tersebut, paling tidak karena dua hal: fluktuasi yang begitu tajam dalam 5 tahun terkahir, dan perubahan nilai tukar (misalnya dolar AS terhadap Yen) yang sulit diprediksi dengan tepat.

Kalau diamati selama 5 tahun terakhir, laju perdagangan dunia menunjukkan kenaikan luar biasa (hampir 12 persen) pada tahun 1994. Tentu banyak yang dapat diajukan sebagai faktor penyebab. Namun, kalau dilihat sumber pertumbuhan berdasarkan tiap sektor, kecenderungan yang paling menonjol saat itu adalah kenaikan perdagangan barang elektronik seperti komputer dan komponennya, termasuk semi-konduktor, yang sangat luar biasa. Karena sektor ini yang menonjol, maka apapun yang terjadi dengan sektor tersebut akan otomatis mempengaruhi gambaran perdagangan dunia. Dan ini dibuktikan oleh gambaran tahun lalu.

1996 tercatat sebagai tahun buruk bagi prestasi perdagangan dunia, karena pertumbuhan yang dicapai hanya 5.7 persen (dihitung dari volume impor), merosot dari 9.5 persen yang terjadi pada tahun sebelumnya. Salah satu penyebab kemerosotan tersebut adalah kelesuan di sektor elektronik; jadi, persis kebalikan dari apa yang terjadi tahun 1994!

Tentu saja penjelasan lain perlu diperhitungkan, seperti misalnya perubahan nilai tukar. Sebenarnya tidak mudah melihat pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan dunia, karena tiap negara mempunyai komposisi negara tujuan (untuk ekspor) dan negara asal (untuk impor) yang berbeda. Akibatnya, jenis mata uang asing yang perlu diperhitungkan juga tidak sama. Namun, mengingat dolar AS mempunyai pengaruh paling besar, pergerakan mata uang ini menjadi faktor penentu perdagangan dunia.

Pada tahun 1994 nilai dolar merosot, baik terhadap Yen maupun DM (dua mata uang lain yang juga paling berpengaruh dalam perdagangan dunia). Nilai Yen mencapai 102 dan nilai DM sebesar 1,62 per satu dolar AS. Tahun sebelumnya, nilai tersebut masing-masing 111,2 dan 1,65. Ternyata, dolar yang merosot diikuti oleh membaiknya perdagangan dunia seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.

Apakah keadaan sebaliknya akan terjadi kalau seandainya dolar menguat? Berdasarkan perkembangan tahun lalu, jawabannya: ya! Para pedagang valas masih ingat benar bagaimana tahun lalu nilai dolar menguat sampai ke tingkat yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Nilai Yen melemah dari 94 ke 109, dan nilai DM juga melemah dari 1,4 menjadi 1,5 terhadap dolar AS. Bukan kebetulan kalau prestasi perdagangan dunia juga buruk tahun lalu.

Bagaimana kaitan cerita di atas dengan wilayah Asia Pasifik termasuk ASEAN, dan Indonesia? Di wilayah ini jelas kurs Yen terhadap dolar lebih menentukan. Jadi, pergerakan kurs tersebut dapat dipakai sebagai salah satu determinan dalam membuat perkiraan volume perdagangan. Yen yang lemah memperbaiki daya saing eksportir Jepang vis-a-vis eksportir negara lain, termasuk negara di kawasan Asia Pasifik. Bagi negara yang mengekspor produk serupa (kompetitif) dengan ekspor Jepang, ini kabar buruk, karena mereka cenderung kalah bersaing dengan eksportir Jepang.

Apakah kenyataannya demikian? Ternyata memang prestasi ekspor banyak negara di Asia Pasifik memburuk tahun lalu, sehingga kepanikan karena kenaikan defisit neraca berjalan kita dengar di mana mana: dari Thailand, Malaysia sampai ke Indonesia, meskipun sebenarnya bagi Indonesia pukulan di sektor ekspor tidak karena Yen yang menguat tapi lebih karena faktor domestik.

Mungkin pengaruh melemahnya Yen bagi Indonesia lebih banyak berupa pengurangan arus investasi Jepang yang dapat diharapkan. Kalau gejala kurs yang sekarang bersifat sementara, maka praktis kekuatiran tersebut tidak terlalu perlu dipikirkan, karena keputusan investasi lebih bersifat jangka panjang, tidak seperti keputusan mengekspor. Sebaliknya, keuntungan bagi kita jelas terjadi dalam bentuk pengurangan nilai dan pembayaran bunga hutang luar negeri. Pertanyaannya, apakah benar gejala kurs Yen/dolar yang sekarang bersifat hanya sementara?

Banyak yang ingin mengetahui bagaimana kecenderungan Yen/dolar tahun ini dan tahun depan. Pertanyaan ini tidak hanya penting untuk membuat perkiraan volume perdagangan, jadi juga pertumbuhan ekonomi, tapi juga, dengan sangat disesalkan, sering dimanfaatkan oleh pemain valas yang suka berspekulasi untuk memperoleh keuntungan mendadak (windfall profit).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kurs Yen/dolar. Salah satu faktor adalah posisi neraca perdagangan AS (defisit) dan Jepang (surplus). Kalau diamati defisit perdagangan AS selama dua kuartal tahun lalu, yaitu kuartal 1 dan kuartal 4, ternyata defisit mereka menurun tajam. Lebih menarik lagi, penurunan tersebut terjadi dimuka kenaikan impor, karena kuatnya permintaan domestik. Jadi, prestasi ekspor AS relatif bagus. Mungkin karena faktor ini kongres dan pembuat kebijakan di AS enggan melakukan intervensi terhadap kecenderungan dolar yang menguat.

Dalam 4 tahun terakhir ekonomi AS memang cukup stabil, dan bahkan dalam 2 tahun terakhir mencapai kondisi yang oleh para ekonom sering dianggap “ideal,” yaitu pertumbuhan relatif tinggi, tingkat pengangguran turun, dan inflasi rendah. Kenaikan tingkat bunga 0.25 persen yang diumumkan Federal Reserves minggu inipun tidak akan membuat pertumbuhan ekonomi mereka menurun tajam. Sebaliknya, ekonomi Jepang tidak mampu secara meyakinkan bangkit dari resesi, dan bahkan pertumbuhan tahun ini diperkirakan akan lebih buruk lagi karena mulai bulan depan (April) pajak konsumsi akan dinaikkan. Jadi, ada semacam pembentukan opini bahwa ekonomi yang kuat harus mempunyai mata uang yang juga kuat, dan demikian sebaliknya. Sebenarnya banyak faktor selain nilai tukar yang mempengaruhi kinerja perdagangan AS, termasuk perbaikan produktivitas, dan kurang relevan menilai “kekuatan” ekonomi hanya dalam suatu kurun-waktu yang relatif pendek.

Memang benar bahwa ekonomi AS diperkirakan masih akan baik dalam dua tahun mendatang, meskipun angka pertumbuhan GDP tahun ini akan sedikit turun. Proyeksi semacam ini mengasumsikan bahwa kenaikan tingkat bunga minggu ini bukan merupakan awal dari seri kenaikan yang akan berlangsung terus dalam bulan bulan mendatang. Juga benar bahwa ekonomi Jepang masih akan mengalami kesulitan dalam dua tahun mendatang. Namun, nilai kurs Yen/dolar seperti saat ini sudah “di luar” batas yang sering dianggap ekuilibrium (seimbang).

Umumnya, semua ahli yang hadir dalam pertemuan di PBB minggu ini sepakat bahwa nilai ekuilibrium adalah antara 110 dan 120 untuk Yen/dollar. Bahkan, penerima hadiah Nobel, Lawrence Klein, yang juga hadir dalam pertemuan di New York tersebut menyatakan secara pribadi kepada saya bahwa dengan kurs separti sekarang posisi neraca pembayaran AS akan kritis. Dia memperkirakan bahwa neraca perdagangan AS akan memburuk tahun ini. Waktu saya cek dengan angka kuartal pertama (dengan catatan bulan Maret belum berakhir), ternyata defisit perdagangan AS memang sudah memburuk. Jadi, dugaan Klein tepat.

Dari gambaran di atas saya cenderung memperkirakan bahwa kurs Yen/dolar akan bergerak kembali ke posisi yang lebih ekuilibrium tahun ini dan tahun depan. Angka perkiraan rata-rata untuk 1997 saya perkirakan sekitar 115 Yen/dolar. Professor Klein bahkan “berani” mengajukan angka antara 117-120. Dengan perkiraan ini, tidak terlalu salah kalau kita perkirakan bahwa dibandingkan dengan tahun lalu dalam dua tahun mendatang perdagangan dunia akan lebih baik.

March 29, 2010 - Posted by | Iwan Jaya Azis, Nilai Tukar | , , , ,

No comments yet.

Leave a comment